esai
Dongeng Zombie Story Pada Drama It's Okay to Not be Okay
Dongeng Zombie Story Pada Drama It's Okay to Not be Okay
Beberapa waktu lalu, saya melihat dongeng ini pada salah satu story teman. Awalnya saya tertarik dengan dongeng ini. Tidak banyak sebuah drama yang menyuguhkan konten berbalut dongeng, tapi lama-kelamaan, saya merasa dongeng ini memiliki sisi lain, yakni sisi gelap yang jikalau saya sebagai orang tua, saya tidak akan membelikan buku ini untuk anak saya.
Seperti apa yang diketahui, bahwa setiap anak merupakan kertas putih tak bernoda. Di sanalah, tempat kita melukis mereka.
Secara inti, hal yang saya tangkap dari dongeng ini adalah kasih sayang seorang ibu (orang tua) teramat besar, apalagi kepada anak-anaknya, terkadang dia akan memberikan apa pun. Maknanya indah sekali, bukan?
Saya tahu bahwa setiap orang memiliki interpretasi berbeda, tapi saya tetap pada keyakinan, bahwa jika saya orang tua, saya tidak akan memberikan dongeng seperti ini kepada anak-anak.
Bukannya saya membenci atau anti terhadap dongeng bernuansa gelap. Tidak. Saya juga beberapa kali menulis dongeng atau cerita anak dengan nuansa demikian.
Namun, dongeng ini saya rasa keterlaluan. Kenapa akhirnya si Ibu harus menyerahkan diri untuk dimakan? Tidakkah ini menggambarkan kanibalisme? Saya takut hal ini nantinya akan menjadi teror bagi seorang anak, bahwa dia diperkenankan untuk menyakiti ibu (orang tua).
Saya jadi teringat suatu dongeng lain. Judulnya kalau tidak salah, Pohon Apel dan Seorang Anak Laki-laki.
Berdasarkan subtansi, kedua dongeng itu mempunyai inti yang sama. Namun, menurut saya Pohon Apel dan Seorang Anak Laki-laki jauh lebih manis, serta tidak menakutkan untuk anak-anak.
Saya pernah membaca curhatan seorang teman yang anaknya membanting buku kisah nabi dan rasul karena buku itu menyeramkan. Karena buku itu, si anak sampai bermimpi buruk. Ada juga seorang dewasa yang juga bercerita, karena sebuah buku seram (menceritakan kalau ada anak berbohong, akan muncul pohon di dalam anak itu), membuatnya terus dihantui perasaan horor itu.
Saya rasa, sebagai orang tua, kita harus pintar dalam memilih buku atau bacaan anak. Kita tidak mau anak-anak tumbuh dengan rasa horor atau pemikiran negatif, kan?
Posting Komentar
0 Komentar