Cerpen: Curahan Hati Ibu Peri Kepada Sepatu Kaca (Flores Sastra)


 Di musim yang penuh dengan dedaunan jingga, seorang Ibu Peri berbadan tambun sedang duduk termenung di teras rumahnya. Rambut berombaknya terbang karena tertiup angin musim gugur. Wajah keriputnya tampak tak bersemangat.

Ada sesuatu yang dipikirkannya. Diam-diam dia merindukan peristiwa ajaib yang menimpa Cinderrella, tetapi sayang peristiwa itu sudah terjadi ribuan tahun lalu. Kini namanya tak lagi disebut. Nama ibu peri sudah seperti dongeng yang terlupakan begitu saja.

Sejurus kemudian, Si Ibu Peri masuk ke rumahnya. Ruangan yang penuh laci itu tampak seperti kandang. Sarang laba-laba bertengger dimana-mana. Bau apek segera menyeruak kala dia membuka sebuah peti kecil.

“Tidak ada di sini.”

Ibu Peri mengerucutkan bibir tebalnya. Dia menutup peti itu kembali. Lalu dengan tongkat sihirnya, dia melayangkan peti ke sudut ruangan. Si Ibu Peri mengamati laci-laci yang berjejer seperti ikan-ikan di pasar, mulai membukanya satu per satu.

“Dimana dia, ya?” Ibu Peri terus menggumamkan kalimat itu.

Tentu saja tak akan ada yang menjawab pertanyaannya. Karena rumah yang berbentuk persegi dengan dinding terbuat dari bambu tersebut, hanya dia tempatinya seorang diri.

Tanpa menghiraukan peluh yang mulai menetes di kening, Ibu Peri terus saja membuka laci-laci yang ada di rumahnya. Dia hanya mencari satu benda, yaitu sepatu kaca. Tetapi Ibu Peri sudah terlalu tua untuk mengingat dimana dia meletakan benda itu.

Pencarian tersebut dimulai ketika matahari baru saja terbit dari timur. Pencarian bahkan terus berlanjut sampai sore hari. Ibu Peri tidak memedulikan apakah sudah makan atau belum. Dia hanya minum sesekali apabila rasa hausnya sudah tidak tertahankan.

Ibu Peri seperti teringat sesuatu. Dia memukul-mukul kepalanya, sebagai tanda meruntuki diri sendiri karena kebodohannya.


.....


Kelanjutan cerita di atas bisa dibaca di Flores Sastra, tanggal 04 Desember 2016

Posting Komentar

0 Komentar