bukusaya
Buku Saya: Aurel dan Buku Pendongeng
AUREL DAN BUKU PENDONGENG
Foto: Ansar Siri
Blurb:
Aurel berharap hari Minggu tidak pernah ada. Dia benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukannya di hari Minggu. Pada hari Minggu, Aurel tidak boleh membaca buku. Ayah dan Ibu ingin agar Aurel bermain.
Bagaimana ini? Padahal, Aurel tidak suka bermain. Bagi Aurel, bermain seorang diri sepanjang hari sungguh membosankan. Sayangnya, Aurel juga tidak suka bermain dengan anak-anak lain. Aurel merasa bahwa mereka selalu memperlakukannya berbeda. Alasannya, Aurel adalah bocah tanpa ekspresi! Dia tidak bisa tersenyum untuk mengekspresikan kebahagiannya atau murung untuk mengekspresikan kesedihannya.
Namun, pada hari Minggu kali ini, suatu keajaiban terjadi. Aurel akhirnya menemukan teman! Mereka adalah Mori dan Nori, sepasang buku pendongeng kembar yang bisa berbicara. Bersama mereka, Aurel masuk ke Negeri Buku yang mempunyai dongeng tanpa akhir. Merekalah yang memilih bagaimana cerita itu akan berakhir. Siapa yang ditemuinya di Negeri Buku? Lalu akankah Aurel menyukai hari Minggu? Yuk, kita mulai kisahnya!
Cerita Penulis:
Aurel dan Buku Pendongeng merupakan novel anak fantasi pertama saya. Seperti yang sudah dijelaskan diblurb atas, buku ini berkisah tentang petualangan seorang anak penderita sindrom mobius (kelainan tidak bisa mengekspresikan wajah) bernama Aurel, yang tidak sengaja menemukan peti berisi Buku ajaib--Mori dan Nori. Mereka memperkenalkan diri sendiri dengan menyebut Buku Pendongeng.
Pada buku ini, mereka berpetualangan ke sebuah negeri. Tapi negeri itu sedang diancam oleh raksasa. Dan Aurel pun membantu untuk memecahkan permasalahan di sana.
Awalnya buku ini ingin saya ikutan dalam lomba menulis novel anak yang diadakan oleh Mizan. Tapi karena satu dan dua hal, naskah ini molor hingga dua tahun pengerjaan. Saya masih ingat darimana saya mendapatkan cerita ini.
Saya pernah membaca sebuah sinopsis tentang sebuah buku (yang kebetulannya judulnya saya lupa), yang menceritakan tentang petualangan seseorang bersama buku ajaib bisa bicara. Dari situlah saya berpikir. Bagaimana kalau saya anak itu? Buku ajaib seperti apakah yang ingin saya miliki?
Barulah di suatu hari ketika saya bersepeda sepulang dari warnet, tokoh Mori dan Nori muncul dalam kepala saya. Mereka kembar. Hanya makan wortel. Satu bersampul merah, sedangkan lainnya bersampul biru.
Kemudian, beberapa waktu ke depannya, saya mulai berpikir mengenai Aurel. Saya tidak ingin tokoh yang biasa, kata saya waktu itu. Lalu bagaimana? Tidak tahu. Saya tidak tahu harus menulis tokoh Aurel seperti apa. Waktu itu yang terlintas di pikiran saya, adalah seorang bocah perempuan yang tidak ingin menghabiskan hari Minggunya seorang diri.
Saya pun mulai menjelalah di internet. Dan tidak sengaja menemukan sindrom mobius.
Posting Komentar
1 Komentar
Wow, ada calon sekuelnya
BalasHapus