Resensi Buku: Kereta Malam Menuju Harlok karya Maya Lestari Gf

KEAJAIBAN DI HARI RAYA

 

 


Identitas Buku

Judul Asli        : Kereta Malam Menuju Harlok

Penulis            : Maya Lestari Gf

Penerbit         : Penerbit Indiva Media Kreasi

Halaman         : 144

Harga              : Rp 45.000

 

Pada malam hari raya, petir datang menggelegar. Anak-anak panti Kulila dengan sedih melihat kepergian Amang, satu-satunya pegawai tetap yang mengurusi panti tempat anak-anak cacat. Tidak ada yang bisa mereka lakukan. Amang bahkan tidak pamit.

Malam itu, gelegak sungai terdengar menyeramkan. Anak-anak panti harus tidur sembari berharap air bah tidak datang. Dan satu dari anak-anak itu adalah Tamir. Tamir hanya punya satu kaki. Untuk menenangkan hati, Tamir membaca bukunya.

Kereta langit menuju selatan. Menjemput anak-anak yang tersesat jalan. Serta semua orang yang ditinggalkan. Tuut… tuut…! Dengarlah semuanya. Tunggulah kedatangannya. Kereta langit menuju selatan. Tempat semua anak mewujudkan impian. (Halaman 18)

Duar… petir menggelegar. Semua anak panti takut hujan bah akan datang. Tamir melihat dari balik gorden jendela. Ada kereta meluncur dari langit. Kereta malam. Lalu, suatu keajaiban pun terjadi seiring ledakan Guntur, menciptakan cahaya terang yang menyinari seluruh ruangan.

Itu ingatan terakhir Tamir. Ketika dia tersadar dan membuka mata, Tamir sudah berada di kereta malam. Kereta malam itu menembus kegelapan, terus naik ke langit dan melambung jauh menembus awan-awan.

Tamir menjadi satu-satunya penumpang di gerbong itu. Seorang petugas kereta, mendatanginya dan mengatakan, Tamir akan menuju Harlok dan karcisnya sudah lunas.

Apa itu Harlok?

Harlok merupakan satu dari banyaknya kota langit. Ketika Tamir sampai di kota itu, hal-hal tidak menyenangkan mulai terjadi. Sebuah kebenaran tersikap. Dia datang ke Harlok karena kesalahan administrasi. Tamir tidak seharusnya datang. Hanya anak-anak normal yang seharusnya berada di sana.

Namun, nasi sudah menjadi bubur. Vled, penculik Tamir, tidak bisa memulangkannya karena tidak ada cara. Seluruh anak di kota langit, tidak bisa kembali ke tempat tinggalnya semula. Kalau pun harus kembali, Vled harus mengeluarkan uang sebanyak satu juta pond. Dan Vled tidak mau mengeluarkan uang sebanyak itu untuk mereka.

Akhirnya Vled memutuskan satu hal: dia akan membuat Tamir bekerja seperti anak-anak lain. Tamir harus mencari Batu Seruni di tambang. Batu itu merupakan alat pembayaran (pengganti uang). Warnanya hijau muda dan memiliki urat-urat emas di sekujur tubuhnya.

Di tambang itulah Tamir bertemu dengan anak-anak pekerja lainnya. Mencari Batu Seruni sangat susah. Mereka harus saling menjaga dan membantu. Di tempat itulah, Tamir memiliki banyak pengalaman baru. Dan tentunya, teman baru, seperti Mo serta Badur. Tamir pun mengetahui betapa bulusnya pikiran Vled. Termasuk kisah sedih Baz dan putrinya. Belum lagi ada Singa Kabut yang selalu membayangi pelarian mereka.

Keberanian adalah sikap yang diperlukan untuk keluar dari segala masalah. Tamir berusaha memupuk keberaniannya sendiri untuk bisa pergi dari tambang, menyelamatkan semua orang dan pulang ke Kulila.

“Aku akan pergi menyelamatkan Rupi. Apa pun yang terjadi, kita harus melawan.” Ia melangkah menuruni tangga.” (Halaman 126)

Cerita ini pun diakhiri dengan kebahagiaan. Bagi Tamir, kisahnya adalah keajaiban di hari raya.

 Setelah membaca novel Kereta Malam Menuju Harlok, saya jadi teringat stereotip dari beberapa kalangan yang mengatakan Indonesia, tidak mampu membuat novel anak yang bagus untuk anak-anak. Saya rasa hal itu salah. Penulis Indonesia sangat mampu. Hanya saja selama ini terlalu dikekang oleh tema. Ketika sebuah tema dibebaskan dan penulis dibiarkan mencari ide serta bentukan baru, saya yakin para penulis Indonesia bisa menciptakan buku-buku yang beragam, seperti halnya dalam novel anak ini.

Tidak banyak memang novel anak fantasi yang ditulis langsung oleh penulis Indonesia. Saya rasa novel ini berhasil. Saya menyukai buku ini. Terlebih Kereta Malam Menuju Harlok tidak menghilangkan kekhasan dari Indonesia sendiri, seperti penyebutan masakan opor ayam di hari raya.

Gaya penulisannya pun asyik. Di satu sisi mudah dibaca, tapi tetap enak dinikmati sekalipun untuk pembaca dewasa seperti saya. Saya juga suka rangkaian kejadian yang ada dalam Kereta Malam Menuju Harlok, menggambarkan dengan jujur bagaimana keseharian anak cacat dan bagaimana mereka harus berjuang hidup. Alur dalam novel ini berjalan maju serta sukar ditebak.

Dalam buku ini saya mempelajari bahwa kita tidak bisa memilih terlahir seperti apa dan di mana, tapi kita harus menjadi kehidupan dengan sebaik-baiknya, sekalipun orang-orang terdekat tidak peduli atau tidak menganggap penting. Hidup terus berjuang. Kita harus mengusahakan kehidupan kita sendiri.

Saya rasa buku ini cocok untuk anak usia delapan tahun ke atas. Dilihat dari konfliknya, memang cukup kompleks. Buku ini juga cocok untuk dijadikan diskusi anak dengan orang tuanya.

Secara keseluruhan, saya menyukai novel anak Kereta Malam Menuju Harlok. Ya, walaupun saya menemukan ada sedikit typo, tapi jalan ceritanya tetap menyenangkan untuk diikuti.

  


Posting Komentar

0 Komentar