Resensi Novel: Senopati Pamungkas Bagian 1 (Arswendo Atmowiloto, Gramedia Pustaka Utama)

 Tahta Kerajaan (Bagian 1)



Upasara Wulung adalah anggota kerajaan yang pada suatu hari bersama Ngabehi Pandu dan Wilanda melakukan perjalanan ke Perguruan Awan untuk bertemu Tamu dari Seberang.


Perguruan Awan tidak tampak bentuk fisiknya, melainkan penuh pepohonan. Awal kedatangan mereka hanya bertemu dengan Jaghana, seorang berkepala gundul dan berpakaian compang-camping. Jaghana apabila diartikan berarti pantat.


Karena suatu hal, Upasara Wulung menyerang Jaghana dan terjadilah perkelahian. Namun, tak berselang lama, datanglah Dewa Maut dan si Muka Merah. Keduanya meremahkan Upasara Wulung. Tapi, karena Upasara memiliki emosi yang meletup-letup, akhirnya terjadilah pertempuran kedua.


Dewa Maut dan si Muka Merah dikenal sebagai ksatria ganas yang tidak akan membiarkan lawannya hidup. Karena pertempuran itulah, Ngabehi Pandu harus turun tangan, sedangkan Wilanda terluka parah.


Setelah pertempuran kedua yang menguras tenaga, Upasara berjalan di hutan. Dia tidak sengaja menemukan pertempuran lainnya yang mengadu kekuatan antara para senopati, Dewa Maut, si Muka Merah, Jayendradewi, Gendhuk Tri dan Pu’un.  Upasara yang ingin membalas dendam kepada Dewa Maut pun turun ke gelanggang dan menyerangnya.


Sebenarnya kedatangan para ksatria itu memiliki tujuan sama: bertemu Tamu dari Seberang. Namun, tidak ada yang benar-benar tahu apakah Tamu dari Seberang itu memang benar-benar ada? Ternyata, semua ini hanyalah jebakan dari seseorang yang ingin merebut Tahta Kerajaan Singasari.


Secara keseluruhan, saya suka bagaimana penulis menggambarkan detail dan pertempuran dari setiap cerita. Bagi saya, seperti melihat film kolosal.


Hanya saja, karena ini pertama kalinya saya membaca fiksi yang berbau sejarah, saya sedikit kesulitan untuk menghafalkan nama tokoh dan peranannya, terlebih seluruh karakter tokoh rasanya dijelaskan berdekatan. Selebihnya, novel ini asyik untuk dibaca, mengajarkan kepada pembacanya bahwa dulu sekali, sebelum Indonesia seperti sekarang, ada banyak sekali kerajaan-kerajaan di nusantara yang selalu berperang dan merebutkan kekuasaan.


Pada akhirnya, peperangan akan menimbulkan banyak sekali kerugiaan. Nyawa adalah salah satunya.

Posting Komentar

0 Komentar