Esai: Perihal Kontrak Seumur Hidup

 Perihal Kontrak Seumur Hidup



Sumber: pixabay/Free-Photos

Banyak sekali platform menulis bermunculan. Dan, sebagian besarnya memberikan kontrak seumur hidup atau mempunyai jangka kontrak panjang, seperti 10 atau 50 tahun. Banyak juga penulis yang tergiur menulis di platform-platform tersebut dengan embel-embel akan mendapatkan sekian dollar kalau bisa menyelesaikan novel dengan sekian kata.

Pertama, setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengolah perusahaannya sendiri (dalam hal ini platform). Dulu, ketika mengetahui ada aturan seperti ini, saya akan mengeluarkan sejuta tanduk. Namun, seiring bertambah paham, rasanya berdemo terhadap kebijakan perusahaan adalah hal percuma. Karena apa? Karena mereka lebih berkuasa dan lebih mempunyai uang.

Kedua, akhirnya saya memutuskan untuk tidak mengurusi perihal kebijakan itu. Toh, sampai saat ini, saya selalu berpikir berulang untuk meletakan novel dengan kontrak seumur hidup dan semacamnya.

Hanya saja, beberapa waktu belakangan saya membaca beberapa postingan penulis yang mengeluhkan tentang kebijakan-kebijakan perusahaan. Mereka akan merasa menjadi korban, kemudian menjelekannya dan lebih parah mengajak penulis lain untuk memberikan bintang satu kepada perusahaan (platform) itu. Saya rasa ini sudah keterlaluan terlebih dia memahami semua kontrak yang sudah ada. Rasanya kayak, kalau kamu dapat banyak, kamu akan diem dan memuji-muji, tapi kalau kamu dapat dikit dan dipersulit, kamu akan menjelekannya. Padahal perusahaan itu juga berusaha keras untuk mengembangkan usahanya.

Tapi, penulis kan juga berusaha keras untuk menulis? Mereka juga harus dibayar selayaknya, dong.

Oke, itu saya setuju. Penulis harus dibayar selayaknya dan tidak perlu dipersulit untuk mendapatkan haknya. Namun, kembali lagi, ke kebijakan perusahaan. Marah-marah dan menjelekan suatu perusahaan, pada akhirnya akan merugikan penulis sendiri. Apalagi kalau perusahaan itu sudah mulai menuntut atas pencemaran nama baik, siapa yang akan dirugikan?

Apabila penulis itu masih pemula, saya akan bersimpati kepadanya. Bisa saja dia memang tidak tahu mengenai batas kontrak dan semacamnya.

Jika dia penulis yang sudah malang-melintang dan punya banyak pengalaman, kemudian masuk ke ranah kontrak seumur hidup dan merasa dikhianati oleh platform, maka yang bisa saya katakan, “Salahmu dewe. Kenapa juga menguji keberuntungan dengan hal seperti itu. Ketika sebuah naskah tidak bisa dihapus dan kamu tidak mendapatkan apa-apa, itu sebatas kesalahanmu.” Walau saya tahu, omongan seperti ini pasti akan membuat yang bersangkutan marah.

Segala sesuatunya memiliki resiko. Cermat adalah hal satu-satunya yang bisa kita lakukan. Percaya dan berharap? Seorang manusia yang dekat denganmu saja bisa mengkhianatimu, apalagi sebuah platform. Kebanyakan para platform baru akan membakar uang diawal dan mencekik penulis diakhir. Lalu apa yang bisa kamu percaya dan harapkan? Sudah selayaknya kamu menjadi netral saja. Kehidupan tidak hanya seputar platform itu. Sayangi naskahmu, seperti layaknya menyayangi diri sendiri.

Kebanyakan platform biasanya akan menuliskan kalimat seperti ini: apabila kebijakan berubah sewaktu-waktu, penulis tidak akan diberi tahu. Dan kebijakan lama, akan diperbarui seperti yang baru. (kurang lebih seperti itu)

Modyar, kan. Maka dari itu, saya selalu menghindari kontrak seumur hidup atau naskah tidak bisa dihapus. Karena kalau ada kebijakan baru seperti ini, kerugian saya tidak akan teramat besar. Saya pun bisa memindahkan naskah ke tempat lain.

Sudah saatnya kita berhati-hati dan mempertimbangkan segala sesuatunya. Semua platform itu bagus, tinggal kita lebih selektif saja. Semoga cuan kita semakin bertambah. 

Posting Komentar

0 Komentar